Gletser di seluruh dunia mencair sebagai dampak perubahan iklim global. Akibatnya, pertama banjir, kemudian kekeringan.
Gletser khumbu di Nepal
Normalnya, terbentuknya es dan mencairnya es terjadi dalam hubungan yang seimbang satu sama lain. Namun pada suhu yang terlalu tinggi, es yang terbentuk akan lebih sedikit dibanding dengan yang mencair. Dan tinggi permukaan air di danau gletser di Himalaya melonjak akibat es yang mencair dalam jumlah besar. Bahaya jangka pendek, banjir, bahaya jangka panjang, kekeringan. Para peneliti melakukan studi baru agar bisa memperhitungkan resikonya dengan lebih baik.
Himalaya kerap disebut dataran es terbesar ketiga di bumi, setelah Antartika dan Greenland. Pegunungan yang digelari atap dunia itu memiliki 16.000 pegunungan gletser dan lebih dari 6.000 danau gletser. Lebih dari 200 diantaranya bisa meluap kapan saja, sebagai dampak suhu bumi yang terus naik. Ini menurut hasil studi iklim terbaru mengenai Himalaya. Salah satu penulisnya, Mats Eriksson, ahli ilmu bumi asal Swedia yang bekerja di Kathmandu, ibukota Nepal.
Eriksson mengatakan, "Bekerjasama dengan program lingkungan PBB, kami menganalisa gambar satelit untuk mengidentifikasi danau-danau yang potensial berbahaya. Ini hasil sementara. Sekarang kami harus datang ke lokasi untuk memperhitungkan resikonya dengan lebih pasti. Tapi itu tidak mudah. Danau-danau gletser letaknya di ketinggian sampai 5000 m. Butuh banyak tenaga untuk kerja di lapangan.“
Jika gletser mencair, bebatuan yang sebelumnya terdorong ke ujung gletser, berubah menjadi bendungan yang bisa bobol setiap saat. Sejak tahun 1940, 25 danau es di Nepal bobol. Sebagian danau ini sangat besar, 5 atau 10 km panjangnya. Jika meluap, dampaknya bisa dirasakan sampai 100 km jauhnya.
Air dari gletser dan dataran salju di Himalaya mengaliri 10 sungai terbesar Asia, termasuk Gangga, Indus, Brahmaputra dan Yangtze. Di musim kemarau terutama, aliran air dari pegunungan sangat penting bagi 1,3 miliar orang, sekitar 1/5 jumlah penduduk bumi, yang tinggal di daerah aliran sungai.
Perubahan iklim bukan hanya mengakibatkan menciutnya dataran gletser, tapi juga banyak dataran salju hilang. Sekarang lebih banyak hujan air dan bukan lagi salju. Ini berarti, Himalaya bukan lagi penyimpan air besar.
Di awal tahun, suhu yang terus naik mengakibatkan es dan salju semakin cepat cair. Pola aluran air berubah. Pada April dan Mai, air dari salju yang mencair, mengalir dalam volume besar ke lembah, lalu berbulan-bulan kemudian tidak sama sekali, justru pada musim kemarau, saat tidak ada hujan turun.Minimnya air bukan hanya mengganggu penanaman padi dan gandum tapi juga pembangkit listrik tenaga air di Himalaya. Di Kathmandu misalnya, pada musim kemarau listrik bisa padam sampai 8 jam sehari.
Dewasa ini Suhu di Himalaya naik sampai 1° C per 10 tahun. Kalau tren ini berlangsung terus, maka bisa terjadi volume air di sungai2 terbesar di Asia surut pada musim semi.
Ahli biologi Jianchu Xu, ketua seksi Cina pada pusat penelitian pertandian dan hutan dunia mengatakan, "Salah satu aspek penting dari studi kami juga mengenai dampak jangka panjang. Sungai-sungai di Asia saat ini memang akan menerima lebih banyak air dari pegunungan Himalaya. Tapi di masa depan akan berbeda. Banyak gletser kecil yang hilang sepenuhnya, sementara gletser besar menciut. pada pertengahan abad ini, mungkin malah tahun 2030, aliran air di banyak sungai akan sangat berkurang.“
Banyak ahli meramalkan, air akan menjadi salah satu sumber daya alam yang diperebutkan. Apalagi, sampai tahun 2050, penduduk Asia diperkirakan bertambah 500 juta jiwa.
Kamis, 09 Oktober 2008
@Tahun 2030,AIR menjadi Sumber Daya Alam yang diperebutkan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
woww..serem banget yah....gimana jadinya kalo bumi gersang dan tandus....kiamat..makanya ayo stop global warming sekarang juga...
Posting Komentar
bagi semua yang sudah membaca,harap memberi komentar apa adanya,demi menambah motivasi agar bisa menampilkan artikel yang lebih bermanfaat lagi...