@Taliban dalam pemerintahan Afghanistan

Apakah Taliban akan jadi mitra berunding Kabul? Barat harus menyiapkan diri menghadapi kemungkinan itu. Sebuah pertemuan informal mengindikasikan hal tersebut. Bagi demokrasi di Afghanistan, itu merupakan pukulan.

Mantan menlu taliban wakil ahmad mutawakil

Pemerintah Afganistan sama sekali tidak menyembunyikan upaya, atas nama komisi rekonsiliasi nasional, untuk menjalin kerjasama politik dengan oposisi bersenjata.Orang-orang dari jajaran pemberontak yang menerima tawaran pemerintah akan mendapat amnesti dan diintegrasikan dalam kehidupan sipil. Termasuk diantaranya Wakil Ahmad Mutawakil, mantan Menlu milisi Taliban yang bahkan pernah mencalonkan diri sebagai anggota parlemen Afganistan tahun 2005, walau tak berhasil.

Perundingan Informal di Arab Saudi

Karena itu tidak mengejutkan saat tersiar kabar delegasi dari Afganistan melakukan pertemuan dengan wakil oposisi bersenjata, di Arab Saudi. Berita itu dibantah pemerintah di Kabul. Juru bicara kepresidenan Afganistan, Homayon Hamidsadah, menjelaskan posisi pemerintahnya kepada Deutsche Welle.

Presiden Afghanistan, hamid Karsai

Ia mengatakan, "Tidak ada dan tidak akan ada perundingan . Presiden Karzai selalu mengatakan bahwa sudah lama menjalin kontak dengan Raja Arab Saudi untuk mencari kejelasan apakah Raja bisa berperan demi ketenangan dan perdamaian di Afganistan. Jika ada kemajuan yang dicapai, pihak Afganistan menyambutnya dan ikut serta dalam perundingan.“ Informasi menyebutkan, pada jamuan makan yang diselenggarakan Raja Abdullah di Mekkah, selain sejumlah anggota parlemen Afganistan, hadir pula seorang wakil milisi Taliban dan utusan Gulbuddin Hikmatjar, pemimpin Partai Islam Afganistan yang dikenal sebagai salah satu provokator dari masa perang saudara era Taliban. Walau delegasi dari Afganistan tidak berbekal mandat resmi, tetap saja pertemuan informal itu berakibat luas secara politik. Seorang wakil milisi Taliban, yang dalam kapasitasnya sebagai jurubicara milisi sering menyatakan bertanggungjawab atas serangkaian serangan teror, berharap pintu perundingan kini terbuka, dengan mediasiArab Saudi.

Kalangan pengamat masalah Afganistan juga tidak terkejut dengan berita mengenai pertemuan di Mekah.Citha Maass dari Yayasan Ilmu Pengetahuan dan Politik di Berlin mengatakan, "Sudah lama kami memperoleh bukti bahwa berlangsung perundingan rahasia. Tampaknya pemberantasan militer terhadap gerakan pemberontak tidak dilakukan secara sungguh-sungguh.“

Salah satu gedung pemerintahan di íbukota Kabul

Pakar Afganistan itu melihat pertimbangan taktis Karzai soal pemilu yang terutama melatarbelakangi pembicaraan terbaru dengan Taliban.Ini menyangkut upaya untuk mengamankan suara para pemilih di provinsi-provinsi bergejolak di kawasan timur dan selatan, menjelang pemilihan presiden tahun depan. Empat tahun silam Ahmad Karzai menang dengan 55% suara. Kini, popularitasnya melorot menjadi 17%.

Kompromi demi Keuntungan Politik

Maass mengatakan, "Jika terjalin kesepakatan rahasia terkait pemilu tahun depan, tentu ada harga yang harus dibayar. Itu bisa berarti, proses politik di Afganistan akan semakin jauh dari demokratisasi.“ Memang, sekarang jurubicara Taliban menolak pembicaraan resmi dengan apa yang mereka sebut pemerintah boneka di Kabul dan para budak Karzai. Namun para kader muda di milisi Taliban mulai mempertanyakan kewenangan para kader tua dan Emir Mullah Mohammad Omar, sehingga bisa saja mereka mencari keuntungan dalam kompromi politik dengan Kabul.

Keterlibatan milisi radikal Taliban dalam pemerintahan, baik pusat maupun provinsi, akan berakibat semakin sedikitnya dorongan dan penerapan hak dasar, hak asasi, hak perempuan dan kebebasan. Afganistan akan menghadapi rejim yang relijius dan otoriter. Tendensi ke arah itu juga sudah dapat dikenali dalam pemerintahan yang sekarang.